Pandangan dan Tujuan Hidup dari Filosofi Nihilism

Filosofi
Nouvend Setiawan
30 Nov 2020
Mengenal-Pandangan-dan-Tujuan-Hidup-Filosofi-Nihilism

Hello there, Perseners!

Pernah liat meme itu gak? Kayaknya pernah, ya? Bagi yang belum pernah, menurutmu gimana? Apakah meme itu relatable?

Meme-stereotype-reality

Orang-orang mungkin akan melihat meme itu sebagai sebuah hal yang edgy atau emo. Lagian kok bisa, ada orang yang senang ketika dibilang bahwa gak ada yang berarti dalam hidup? Well, as harsh as it may sound, hal itu justru memercikkan kedamaian bagi beberapa orang. Gimana caranya?

Nihilisme. Itu jawabannya! Daripada bingung, yuk kita langsung bahas pandangan dan tujuan hidup nihilisme!

Sedikit Sejarah

Nihilism atau nihilisme adalah sebuah keyakinan bahwa semua nilai-nilai (value) itu tidak berarti. Lebih jelasnya, bahwa sejatinya tidak ada makna/nilai-nilai dalam hidup ini yang berlaku bagi semua manusia, jadi ya, gak berarti.

Nihilism sering dikaitkan dengan skeptis radikal atau pesimisme ekstrim. Tokoh yang terkenal membawa nihilisme ini adalah Friedrich Nietzsche. Selain Nietzsche, ada seorang filsuf abad ke-20 bernama Hannah Arendt mengatakan bahwa kita sebaiknya tidak menganggap nihilisme sebagai pikiran yang berbahaya, tetapi sebagai risiko yang selalu ada dalam tindakan berpikir.

Maksudnya, ketika kita berpikir akan selalu ada risiko yang menantang pikiran tersebut. Dalam hal ini, pikiran itu adalah nilai-nilai yang kita percayai dalam hidup.

Put simply, ketika kamu percaya bahwa keadilan itu ada, lantas siapa sih yang nentuin itu adil atau tidak? Tuhan? Pemerintah? Pengadilan? Bingung, kan? Jadi gak penting sebenarnya. That’s exactly what nihilism is about.

Nihilist Itu Seperti Apa?

To start, you might want to read this!

Lah terus kalo kita jadi nihilist berarti kita gak peduli sama apa-apa, dong? Mungkin bisa terlihat seperti itu, tapi sejatinya bukan, kok. Ketika kamu meyakini nihilisme sebagai pandangan hidupmu, ada dua jenis nihilist yang patut kamu tahu. Menurut Nietzsche, ada dua jenis nihilist, aktif dan pasif. Yang disarankan bagi orang-orang tuh yang aktif.

Nihilist aktif sebenarnya mirip dengan pasif, mereka sama-sama menolak nilai-nilai yang ada. Namun nihilist aktif, setelah menolak bahwa nilai-nilai tersebut ada (contohnya: keadilan itu gak ada, karena sejatinya keadilan tuh sangat subjektif), nihilist aktif berpikir bahwa, “lah, karena ga ada yang penting, ya sudah. Hidup sesuai mauku saja!”

Nihilist aktif menemukan kebebasan dan kedamaian dalam ketidakadaan. Nihilist aktif menghancurkan nilai yang ada untuk menciptakan tujuan baru. Mereka tidak takut terhadap kenyataan bahwa mereka tidak percaya akan apapun. Dengan demikian, mereka bebas untuk memutuskan hal-hal dalam hidupnya.

Berbeda dengan nihilist pasif, mereka termakan dengan kenyataan bahwa tidak ada yang bisa dipercaya dan bahwa hidup sejatinya tidak berarti, kondisi mental dan fisik mereka akan menurun.

Kayak, “anjir, hidup gue ga ada arti dan tujuannya dong, gimana ini”. Ini adalah tipe nihilist yang sebaiknya kita hindari. Atau mungkin, nihilist pasif akan memilih untuk memilih percaya pada beberapa nilai-nilai hanya karena mereka takut akan diri mereka ketika tidak memiliki pegangan dalam hidup.

Bagaimana Hidup Sebagai Nihilist?

Oke, pengertiannya sudah. Kalau kamu masih merasa sulit memahaminya, coba kita bahas lebih detail sedikit. Katakanlah kamu tuh orang yang percaya sama keadilan, dan hidupmu didedikasikan kepada keadilan itu sendiri karena kamu menganggapnya sebagai nilai yang kamu junjung tinggi. Lalu aku bertanya padamu.

“Siapa yang nentuin standar keadilan?”

Jawabannya? Pemerintah? Pengadilan? Agama? Tuhan? Lalu bagaimana dengan orang yang agamanya lain? Apakah yang adil bagimu itu adil bagi mereka?

Kamu merasa bingung, lalu berpikir “Lah iya juga ya. Gak ada yang pasti di dunia ini. Terus kalau memang keadilan itu sejatinya subjektif, ngapain aku mendedikasikan hidupku pada keadilan?”.

Dalam teori pengetahuan, nihilisme itu sering dilihat sebagai penolakan bahwa pengetahuan itu ada. Tidak ada dasaran, pondasi, atau standar bagi pengetahuan untuk dikatakan benar, karena sejatinya itu semua subjektif.

Bagaimana? Udah sedikit menangkap nihilisme itu seperti apa?

Ketika kamu sudah berdamai dengan dirimu bahwa kamu akan menjadi seorang nihilist, kamu menjadi bebas untuk menentukan tujuan hidupmu. Karena ya...hidupmu itu gak ada tujuan dari sananya. Karena gak ada tujuannya, ya buat sendiri saja, kan?

Tentu saja hidup sebagai nihilist itu tidak mudah. Kamu tidak mungkin akan mengganti tujuan hidupmu 3 kali sehari seperti makan pagi, siang, dan malam. Namun, kamu juga mungkin akan merasa bahwa tujuan atau purpose kamu dalam hidup itu berbeda di umur sekarang ketimbang beberapa tahun lalu.

Konsep nihilisme pun akan selalu membawamu kepada pertanyaan-pertanyaan seperti: apakah kamu dapat benar-benar bertanggung jawab atas perilakumu? Karena, seperti yang sudah dibahas tadi, nihilist menganggap nilai-nilai itu sejatinya tidak ada dan mereka menentukan tujuan hidup mereka sendiri. Ini bisa berujung pada keegoisan seseorang dalam menjalani hidup.

Namun, sebenarnya ketika orang-orang sudah paham benar bahwa hidupnya memang ‘tidak memiliki arti’, mereka akan lebih fokus untuk melakukan hal-hal yang berbuah baik bagi kesejahteraan mereka ketimbang menjadi egois.

Nihilism itu Pesimis?

Em, no. Pesimis sering dilihat sebagai “Gelas Setengah Penuh”. Tahu pernyataan itu, kan? Ada gelas terisi setengah (ups, mungkin aku seseorang yang optimis), lalu kamu ditanya apakah gelas ini setengah penuh atau setengah kosong.

Mungkin begini, kalau pesimis akan melihat itu sebagai gelas setengah kosong lalu menjawab “Gelas itu setengah kosong, ngapain juga minum gelas yang setengah kosong, udahlah, ga bakal cukup buat ngilangin rasa haus, toh kita juga bakal mati di akhir, jadi ngapain?”

Kalau nihilist akan menjawab sesuatu seperti “Anjir ga penting itu setengah kosong atau setengah penuh, gue haus! Sini, gue mau minum!”

Sekilas mungkin terdengar sama. Sama-sama “hidup itu gak berarti”. Tapi ya begitu, ada perbedaan yang cukup jelas antara pesimis dan nihilist. Malah mungkin nihilist lebih dekat ke optimis. Ambil contoh gelas tadi. Ketika kamu melihat gelas itu sebagai gelas yang setengah penuh, ya… sudah. Minum aja.

Jadi, Bagaimana dengan Tujuan Hidup?

Menjadi nihilist bisa dibilang cukup menarik, namun bukan berarti kamu dan semua orang di dunia ini lantas harus menjadi nihilist. Karena ya, tujuan hidup ini penting, mau itu kamu capai dengan agama, filosofi, atau apapun itu. Take your time dalam menentukan tujuan hidupmu. Mungkin kamu mau mengikuti jalan nihilist, and say “Screw everything! Nothing matters! I’m gonna live the best of my life!”

Bagi beberapa orang, ketika kamu sudah berdamai dengan keadaan bahwa kamu hanya seorang manusia kecil dalam alam semesta yang begitu luas, ngalah-ngalahin rasa sayangmu pada dia, kamu akan lebih tenang dalam hidup. Terbebas dari ekspektasi, dari ikatan terhadap keyakinan. Simply, bebas.

Kalau merasa belum memahami tujuan hidup kamu, kamu bisa mencoba konsultasi dengan mentor melalui layanan mentoring Satu Persen. Nah, kalau kamu ingin mengetahui kemampuanmu dalam mengendalikan diri supaya mencapai tujuanmu, kamu bisa mencoba tes self-motivation gratis dari Satu Persen.

Buat Perseners yang sayang sama diri sendiri dan pengen berkembang Satu Persen setiap harinya, bisa banget untuk pantengin informasi menarik tentang mentoring, kelas online, dan webinar dari Satu Persen di Instagram dengan follow @satupersenofficial.

CTA-Online-Class-for-Blog-Posts---Copy-03-2-1

Selain itu, kamu juga bisa menjelajahi artikel menarik lainnya dengan langsung kunjungi blog Satu Persen. Jangan lupa juga buat subscribe channel Youtube Satu Persen untuk tonton video menarik tentang kesehatan mental dan self development, Oke!

Aku harap lewat membaca artikel ini bisa membayar waktu yang sudah kamu luangkan dan bisa membuatmu berkembang menjadi lebih baik, seenggaknya satu persen setiap harinya!

Thanks!

References

Gertz, N. (2020, February 27). Nihilism. Retrieved from aeon: https://aeon.co/essays/if-you-believe-in-nihilism-do-you-believe-in-anything

Leonard, D. L. (2019, September 23). Finding Purpose Through Nihilism. Retrieved from The Harvard Crimson: https://www.thecrimson.com/article/2019/9/23/leonard-finding-purpose-nihilism/

Perry, J. (2011, December 29). NIHILISM AND MEANING. Retrieved from Philosophy Talk: https://www.philosophytalk.org/blog/nihilism-and-meaning

Pratt, A. (n.d). Nihilism. Retrieved from Internet Encyclopedia of Philosophy: https://iep.utm.edu/nihilism/

Syfret, W. (2019, December 17). Sunny nihilism: 'Since discovering I’m worthless my life has felt precious'. Retrieved from The Guardian: https://www.theguardian.com/lifeandstyle/2019/dec/18/sunny-nihilism-since-discovering-im-worthless-my-life-has-felt-precious

Bagikan artikel

Disclaimer

Jika Anda sedang mengalami krisis psikologis yang mengancam hidup Anda, layanan ini tidak direkomendasikan.

Silakan menghubungi 119.