5 Film tentang Kesehatan Mental

Pemahaman Diri
Hana Nuralifiah
7 Mei 2021
Film tentang Kesehatan Mental
Satu Persen - Film tentang Kesehatan Mental

Halo, Perseners! How’s life?

Kenalin, nama gue Hana. Gue adalah Associate Writer dari Satu Persen.

Ngomong-ngomong soal menulis, gue ngerasa menulis itu berkaitan erat sama pengalaman belajar. Punya banyak pengetahuan itu membantu banget buat gue dalam menulis. Dan sebaliknya, kalo gue lagi nulis topik yang asing, rasanya susah banget buat dapet pencerahan dan mood buat ngelanjutinnya.

Artinya, mau gak mau gue harus terus belajar. Supaya gue punya pengetahuan akan banyak hal. Waktu buat main pun harus gue kurang-kurangin, deh.

Waduh… kayaknya ngebosenin banget ya hidup gue? Isinya belajar doang.

Eits, jangan salah sangka dulu, ya. Menurut gue, belajar bisa dibikin asyik kok! Misalnya, daripada baca buku pelajaran terus, bisa diselingi dengan nonton film yang berkaitan sama hal yang lagi kita pelajari.

Yap, gue suka nonton film sambil belajar tentang mental health. Nah, buat lo yang kepo tentang film kesehatan mental, lo ada di artikel yang tepat, nih. Soalnya, di sini gue bakal sharing mengenai film tentang kesehatan mental yang pernah gue tonton. Udah penasaran banget, kan?

Film tentang kesehatan mental

Sebelum masuk ke pembahasan filmnya, gue mau peringatin dulu, nih. Tentunya, artikel kali ini mengandung banyak spoiler ya, guys. Buat yang belum nonton dan gak suka spoiler, mungkin kalian bisa cukup baca judul-judul besarnya dulu, abis itu balik lagi ke sini kalo udah nonton. Hehehe :D

1. Joker (2019)

Gue awali dengan film yang lumayan tenar dulu, nih. Siapa sih yang gak tahu film Joker? Film bergenre psychological thriller ini rame banget pas lagi tayang di bioskop. Gue yang gak ngikutin DC Comics pun ikutan kepo sama film yang satu ini.

Ceritanya berpusat pada Arthur Fleck, seorang pria penderita pseudobular affect yang sering diperlakukan gak baik oleh orang-orang di kota tempat tinggalnya. Fyi, pseudobular affect adalah gangguan langka di mana penderitanya merespon suatu peristiwa dengan tawa atau tangis terpaksa secara gak terkendali.

Arthur mengalami kekerasan, penolakan, dan kejadian buruk lain. Dia juga sering dipermalukan. Karena udah gak tahan sama kondisi mentalnya yang semakin kacau, akhirnya Arthur mulai membunuh orang. Padahal, mulanya Arthur itu baik banget, lho! Dia merupakan anak yang sayang sama ibunya dan juga suka menghibur orang lain.

Waktu itu, ungkapan “orang jahat adalah orang baik yang tersakiti” sempat populer di kalangan orang yang nonton Joker. Gimana nih pendapat kalian tentang ungkapan tersebut? Apakah bisa dibenarkan?

Kalo menurut gue sih, gimana pun kondisinya, kita tetep aja gak boleh jahat sama orang lain. Soalnya, gak ada yang tahu kondisi mental seseorang. Kalo udah ngerasa tertekan banget, sebaiknya segera cari bantuan dari tenaga profesional. Pokoknya utamain berbuat baik deh, supaya kejadian di film Joker gak kejadian beneran di sekitar kita :)

2. The Perks of Being a Wallflower (2012)

Adakah Perseners di sini yang cenderung introvert? Kebetulan nih, karakter utama di film drama romantis ini juga berkepribadian introvert. Film ini juga mengangkat isu depresi, trauma, dan bullying  di kalangan remaja.

Film ini menceritakan tentang anak laki-laki bernama Charlie yang baru aja kembali bersekolah. Sebelumnya, teman baik Charlie meninggal karena bunuh diri, sehingga ia menjadi depresi dan harus menjalani rehabilitasi. Di sekolah, Charlie selalu sendirian dan sering diganggu karena sikap kikuk dan introvert-nya.

Untungnya, Charlie gak harus berlama-lama sendirian. Dia akhirnya punya kesempatan untuk kenalan sama senior bernama Patrick dan Sam. Sama seperti Charlie, mereka bukan murid populer di mana mereka menyebut diri sebagai “the wallflower”. Tetapi, mereka adalah teman yang baik untuk Charlie.

Tapi, masalah Charlie belum selesai. Dia sering berhalusinasi tentang Bibi Helen, bibinya yang sudah meninggal. Ternyata, dia juga pernah dilecehkan secara seksual oleh bibinya, namun dia merahasiakan hal ini dari siapa pun.

Halusinasi yang terus mengganggu membuat Charlie melakukan percobaan bunuh diri. Untungnya, dia berhasil diselamatkan. Di rumah sakit, Charlie mendapatkan perawatan yang layak sampai ia pulih. Begitu ia kembali ke rumah, keluarganya bersikap suportif. Ia juga dikunjungi oleh Patrick dan Sam.

Melalui film ini, kita bisa belajar bahwa kehadiran dan support dari orang terdekat sangat penting untuk kesembuhan mental seseorang. Untuk itu, kita wajib banget nih menjadi support system yang baik untuk orang-orang di sekitar kita.

3. All the Bright Places (2020)

Film tentang kesehatan mental lain yang cukup mengharukan adalah All the Bright Places. Film keluaran Netflix bergenre drama romantis ini menceritakan tentang gadis SMA bernama Violet yang mengalami trauma akibat kecelakaan yang membuat kakaknya meninggal.

Kemuraman Violet perlahan sirna berkat teman satu sekolahnya yang bernama Finch. Mereka bertemu di jembatan di mana Violet berdiri di pinggirannya, terlihat seperti orang yang mau bunuh diri. Setelah pertemuan itu, Finch hadir dalam keseharian Violet dan yakin bahwa ia bisa membantu Violet menghilangkan traumanya.

Akan tetapi, pada akhirnya semua orang punya deritanya sendiri. Violet berhasil ceria lagi, namun dia gak tahu bahwa diam-diam Finch menderita gangguan bipolar akibat kekerasan fisik yang dilakukan ayahnya sewaktu ia kecil. Sampai suatu hari, Finch hilang kendali atas emosinya dan meninggal karena bunuh diri di danau favoritnya.

Film ini cukup bikin gue merenung, bahwa kita gak pernah tahu apa yang dialami seseorang. Bisa jadi orang yang terlihat periang dan selalu membantu kita juga memendam luka dan kesedihan. Untuk itu, penting banget buat selalu ngecek kondisi orang-orang terdekat dan membalas mereka dengan sikap baik juga.

Coba Juga: Tes Tingkat Keparahan Stres: Mengenal Diri Lebih Dalam

4. Nanti Kita Cerita tentang Hari Ini (2019)

Tenang, ada juga kok film lokal yang berhubungan dengan kesehatan mental. Film bergenre drama keluarga ini mengisahkan tentang keluarga dengan tiga orang anak, di mana anak bungsunya, Awan, menjadi sentral dari film ini.

Selama hidupnya, Awan gak pernah dikasih kesempatan buat memilih jalan hidupnya sendiri. Ayahnya overprotektif sama dia. Setiap pulang magang, Awan selalu dijemput sama kakak pertamanya, Angkasa. Padahal, menurut Awan dia udah terlalu besar untuk diperlakukan seperti ini sama ayahnya.

Film ini mencapai klimaks ketika akhirnya terbongkar bahwa sebenarnya Awan memiliki saudara kembar. Sayangnya, saudara kembar Awan meninggal saat lahir. Kematian anaknya tersebut membuat sang Ayah trauma dan memutuskan untuk merahasiakan hal ini, supaya keluarga mereka gak merasakan kesedihan lagi.

Trauma yang disimpan oleh ayahnya inilah yang memicu sikap overprotektifnya kepada Awan. Gak cuma Awan, lama-kelamaan Angkasa dan Aurora—si anak tengah—juga meledak bagai bom waktu karena udah gak tahan merasa dirugikan terus oleh sang Ayah.

Pesan yang bisa diambil dari film ini adalah gak apa-apa untuk merasakan sedih daripada menutupinya. Masalah pribadi kita, termasuk trauma, adalah tanggung jawab kita sendiri untuk menyelesaikannya. Karena gak cuma ngerugiin kita, masalah pribadi yang gak selesai juga bisa ngerugiin orang lain.

Baca Juga: Kapan Kita Harus Konsultasi ke Psikolog? (Konseling Online)

5. A Silent Voice (2016)

Ada yang lebih suka nonton anime kayak gue? Tenang aja, gue juga punya rekomendasi tontonan yang pastinya cocok buat lo.

A Silent Voice, atau Koe no Katachi, adalah salah satu film anime dengan rating tinggi yang kental akan pembahasan kesehatan mental. Ceritanya sendiri tentang Shoya Ishida, anak yang semasa SD suka melakukan bullying kepada temannya yang tunarungu bernama Shoko Nishimiya.

Sampai dia beranjak SMA, Shoya masih dihantui penyesalan. Dia menolak pertemanan dengan siapa pun karena merasa dirinya gak pantas untuk berteman, juga menunjukkan beberapa gejala kecemasan sosial. Shoya merasa gak ada yang bisa dilakukannya untuk menebus kesalahannya di masa lalu selain dengan bunuh diri.

Sebelum hari di mana Shoya akan bunuh diri, Shoya bertemu lagi dengan Shoko di tempat belajar bahasa isyarat. Shoya mengajak Shoko untuk berteman. Sayangnya, pertemanan mereka terbilang rapuh karena masa lalu yang gak mengenakkan itu.

Shoko juga merasa dirinya lebih baik mati karena keberadaannya membuat Shoya menderita oleh penyesalan masa lalu. Shoko sempat mencoba bunuh diri dengan melompat dari balkon apartemennya. Shoya berhasil menyelamatkan Shoko, namun ia malah jatuh dan mengalami koma. Untungnya, Shoya berhasil selamat dan dia pun meminta maaf dengan benar kepada Shoko.

Dari film ini, kita belajar bahwa bullying dapat berakibat buruk terhadap kesehatan mental korban, dan bahkan pelakunya juga. Bullying tuh gak ada manfaatnya, guys. Jadi harus kita hindari, ya. Kalo pernah melakukannya, jangan lupa buat minta maaf :)

Gambar oleh mohamed Hassan dari Pixabay

Tentunya, belajar dengan cara yang asyik itu gak harus dari film aja. Misalnya, lo juga bisa banget cobain nonton video YouTube Satu Persen tentang pengertian umum kesehatan mental. Supaya pengetahuan lo bisa lebih bertambah lagi, nih.

Mungkin ada dari lo yang udah aware sama kondisi mental lo, tapi gak tahu harus gimana. Nah, seperti yang diperlihatkan di film-film yang udah gue bahas, cara yang bisa kita lakukan untuk mengatasinya adalah dengan konseling. Dan, tenang aja, Satu Persen punya layanan konseling yang bisa lo coba, lho!

Layanan konseling disediakan oleh Satu Persen buat lo yang mengalami masalah klinis sampe mengganggu aktivitas harian. Nantinya, lo difasilitasi dengan psikotes, worksheet, dan juga bisa mendapatkan diagnosa. Gak cuma itu, lo juga bakal diberikan asesmen mendalam dan terapi apabila dibutuhkan. Paket lengkap banget deh, worth it buat lo cobain. Klik gambar di bawah ya kalo lo pengen tahu lebih lanjut!

Satu-Persen-Artikel--Cover-Image

Oke, segitu dulu tulisan gue kali ini. Selain kelima film tadi, masih banyak kok film lain tentang kesehatan mental yang bisa lo tonton. Semoga, dengan banyaknya film yang kita tonton, kita bisa lebih aware sama kesehatan mental, ya!

Prosesnya untuk pulih pastinya gak mudah. Makanya kita pelan-pelan aja. Minimal ada progress Satu Persen setiap hari menuju #HidupSeutuhnya :)

Akhir kata, thanks a million!

Bagikan artikel

Disclaimer

Jika Anda sedang mengalami krisis psikologis yang mengancam hidup Anda, layanan ini tidak direkomendasikan.

Silakan menghubungi 119.